Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Juni 2020

CARA MEMBUAT Blog Gratis


 assalamu'alaikum . bertemu lagi dengan saya, pagi yang cerah. semoga hari ini; kita yang sayang sama ke 2 orang tua kita dan nabi muhammad , ahlul bait-nya yg suci dan sama sayang aku dzohir dan batin. di ampun dosa-dosanya. 

 sekarang saya akan bagi - bagi ilmu tentang Cara Membuat Blog Gratis di Blogspot atau Blogger


  • Buka PC desktop atau laptop
  • Jalankan browser dan kunjungiwww.blogger.com
  • Login ke Blogger menggunakan akun Google. Jika belum memiliki akun Google, buat terlebih dahulu
  • Di sebelah kiri, klik Panah bawah.
  • Klik Blog baru
  • Masukkan nama blog, misal Andika Blog
  • Pilih alamat blog atau URL, misalandikablog.blogspot.com
  • Pilih template yang diinginkan atau sesuai selera
  • Klik Buat blog
  • Blog sudah dibuat dan siap diisi konten dan artikel.

Cara Membuat Blog Gratis di Wordpress

  • Buka PC desktop atau laptop
  • Jalankan browser dan kunjungiid.wordpress.com
  • Setelah web terbuka, tulis alamat blog yang diinginkan, misalnyatirtokeren.wordpress.com
  • Klik Buat Situs Web
  • Akan muncul form, lengkapi isinya seperti alamat email, username, password, dan jangan lupa cek ulang alamat blog yang dipilih sebelumnya
  • Klik Buat Blog
  • Wordpress akan mengirimkan email aktivasi ke alamat email yang didaftarkan
  • Login ke email terkait yang didaftarkan tadi
  • Buka email dari Wordpress
  • Klik tombol Activate Blog
  • Blog gratis dari Wordpress siap digunakan dan diisi konten artikel
 semoga bermanfaat dunia,agama dan akhirat. was salam alaikum.
penulis : muhammad sofyan al mahdi

Sabtu, 20 Juni 2020

INDAHNYA PUASA SUNNAH SENIN DAN KAMIS

Dalil Dan Ibarot Anjuran Puasa Senin-Kamis


IBADAHLAH KARENA ALLAH SWT :

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan , maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti Rosulullah ,   para ahlul bait as , para sahabat nabi yang setia , para imam madzhabi dan para ulama yang benar). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap ridho Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya tetapi kalau tawassul itu sunnahkan oleh agama Islam. Ikhlas karena allah adalah rukun diterimanya ibadah.”[1]

[Dalil pertama]

Dari Abu Qotadah Al Anshori radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab,u

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ

Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.[2]

[Dalil kedua]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.[3]

Syekh Bujairimi dalam karyanya Attajrid Linaf‘il Abid, Hasyiyah ala Fathil Wahhab mengatakan :

 قوله (وأنا صائم) أي قريب من زمن الصوم لأن العرض بعد الغروب كما تقدم 

Ungkapan “Di saat aku sedang berpuasa” maksudnya, berdekatan dengan aktivitas puasa. Karena, amal perbuatan diperlihatkan selepas matahari terbenam saat orang sudah membatalkan puasanya.

 Syekh Bujairimi masih dalam kitabnya memberi keterangan tambahan, 

فائدة: تعرض الأعمال على الله تعالى يوم الاثنين والخميس، وعلى الأنبياء والآباء والأمهات يوم الجمعة، وعلى النبي صلى الله عليه وسلم سائر الأيام اهـ ثعالبي Pemberitahuan: amal perbuatan seseorang diperlihatkan di hadapan Allah SWT pada hari Senin dan hari Kamis. Di hadapan para nabi, ayah, dan ibu yang bersangkutan sendiri, amal diperlihatkan pada hari Jum’at. Sementara di hadapan Rasulullah, amal seseorang diperlihatkan setiap hari. Dikutip dari imam tsa'alabi.

[Dalil ketiga]

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin dan kamis.[4]

Faedah Puasa Senin-Kamis

  1. Beramal pada waktu utama yaitu ketika catatan amal dihadapkan di hadapan Allah.
  2. Kemaslahatan untuk badan dikarenakan ada waktu istirahat setiap pekannya.
  3. Dapat doa dari rosulullah swt ,hadits dari menyebutkan sebagai berikut ini : Ibnu Majah.
     

     
    يا الله، يبارك شعبي في الصباح في وقت مبكر يوم الخميس
     
    Ya allah, berkahilah bagi umatku di pagi hari mereka di hari Kamis. ( HR Ibnu Majah )

Catatan: Puasa senin kamis dilakukan hampir sama dengan puasa wajib di bulan Ramadhaan dan boleh juga bisa betsertaan dengan puasa qodo.contoh ada Seseorang mempunyai tanggungan qadlâ’ puasa Ramadlan. Kebetulan disaat meng-qadlâ’ puasa bertepatan dengan hari Senin. Kesempatan ini tidak disia-siakan olehnya, disamping melakukan puasa qadlâ’, ia juga niat mengerjakan puasa sunah. Bisa sesuai dengan pepenjesan dari kitab:

إعانة الطالبين الجزء 2 صحـ : 306 – 307 مكتبة دار الفكر

(فَرْعٌ) أَفْتَى جَمْعٌ مُتَأَخِّرُوْنَ بِحُصُوْلِ ثَوَابِ عَرَفَةَ وَمَا بَعْدَهُ بِوُقُوْعِ صَوْمِ فَرْضٍ فِيْهَا خِلاَفٌ لِلْمَجْمُوْعِ وَتَبِِعَهُ اَلإسْنَوِيُّ فَقَالَ إِنْ نَوَاهُمَا لَمْ يَحْصُلْ لَهُ شَيْءٌ مِنْهُمَا قَالَ شَيْخُنَا كَشَيْخِهِ وَالَّذِيْ يُتَّجَهُ أَنَّ الْقَصْدَ وُجُوْدُ صَوْمٍ فِيْهَا فَهِيَ كَالتَّحِيَّةِ فَإِنْ نَوَى التَّطَوُّعَ أَيْضًا حَصَلاَ وَإِلاَّ سَقَطَ عَنْهُ الطَّلَبُ (قَوْلُهُ فَإِنْ نَوَى التَّطَوُّعَ أَيْضًا) أَيْ كَمَا أَنَّهُ نَوَى الْفَرْضَ (وَقَوْلُهُ حَصَلاَ) أَي التَّطَوُّعُ وَالْفَرْضُ أَيْ ثَوَابُهُمَا ( قَوْلُهُ وَإِلاَّ ) أَيْ وَإِنْ لَمْ يَنْوِ التَّطَوُّعَ بَلْ نَوَى الْفَرْضَ فَقَطُّ (وَقَوْلُهُ سَقَطَ عَنْهُ الطَّلَبُ) أَيْ بِالتَّطَوُّعِ لاِنْدِرَاجِهِ فِي الْفَرْضِ اه

Syekh Yasin al-Fadani dalam kitab al-Fawaid al-Janiyah.

صوم النفل فإنه يصح بنيته قبل الزوال

“Puasa sunnah, niatnya tetap sah saat dilakukan sebelum tergelincirnya matahari”

Adapun niat puasa hari Senin adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمَ اْلاِثْنَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى 

Nawaitu Shouma Yaumal Itsnaini Sunnatan Lillaahi Ta’aalaa

Saya niat puasa pada hari Senin, sunat karena Allah Ta’aalaa

Sedangkan niat puasa hari Kamis adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى 

Nawaitu Shouma Yaumal Khamisi Sunnatan Lillaahi Ta’aalaa

Saya niat puasa pada hari Kamis, sunat karena Allah Ta’aalaa

DOA SAHUR BULAN ROMADHON DAN PUASA SUNNAH

Doa sahar yang paling terkenal adalah doa yang dinukil oleh Imam Ridha As dari Imam Baqir As. Ibnu Thawus dalam Iqbal al-A’mal menulis bahwa sanad doa ini berasal dari Syaikh Thusi hingga sampai kepada Muhammad bin Hasan Fadhal dan Ibnu Abi Qurrah dan dibahas dalam bab Amalan Sahar (waktu dini hari) bulan Ramadhan.


Ayyub bin Yaqthin menulis surat kepada Imam Ridha As yang menginginkan penjelasan tentang kebenaran doa ini. Imam menulis jawaban surat tersebut dengan mengatakan: Ya, doa ini adalah doa Imam Baqir As pada waktu dini hari bulan Ramadhan. Ayahandaku menukil dari ayahandanya, Imam Baqir as bahwa beliau menukilkan: Ism A’zham Allah swt ada dalam doa ini. Oleh karena itu setiap kali kalian berdoa, bersunguh-sungguhlah dalam berdoa karena di dalamnya mengandung ilmu dan hal itu hanya diketahui oleh ahlinya dan sembunyikan doa ini dari orang lain. Kaum munafik, orang-orang yang mendustakan dan orang-orang yang mengingkari Ahlulbait adalah orang-orang yang tidak dapat memahami doa ini.

Sebagaimana yang telah diungkap dalam riwayat Imam Ridha As waktu pembacaan doa sahar adalah di waktu dini hari bulan Ramadhan. Umat Muslim  membaca doa ini secara individu pada waktu dini hari bulan Ramadhan dan pada puasa sunnah apa saja.

Doa sahar terdiri dari 23 bait yang dimulai dengan frase «اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ» Ya Allah, aku memohon kepada-Mu (sedikit) dari asmâ-Mu demi asmâ-Mu yang paling besar, sedangkan seluruh asmâ-Mu adalah besar. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu demi seluruh asmâ-Mu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu (sedikit) dari kemuliaan-Mu demi kemuliaan-Mu yang paling mulia, sedangkan seluruh kemuliaan-Mu adalah mulia. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu demi seluruh kemuliaan-Mu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu (sedikit) dari kehendak-Mu demi kehendak-Mu yang paling terlaksana, sedangkan seluruh kehendak-Mu pasti terlaksana. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu demi seluruh kehendak-Mu. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu (sedikit) dari kekuatan-Mu demi kekuatan yang dengannya Engkau menguasai segala sesuatu,sedangkan seluruh kekuatan-Mu menguasai. Kemudian dilanjutkan dengan: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu supaya Engkau memenuhi segala yang kumohon, oleh karena itu, Ya Allah! Kabulkan permintaan kami. Pada akhir doa disebutkan bahwa ketika kita punya hajat maka berdoalah kepada Tuhan dan yakinlah bahwa permohonan tersebut akan dikabulkan oleh-Nya.

Teks Doa Sahar

بسم الله الرحمن الرحيم

اللهم صل على محمد وآل محمد

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺑَﻬَﺎﺋِﻚَ ﺑِﺄَﺑْﻬَﺎﻩُ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺑَﻬَﺎﺋِﻚَ ﺑَﻬِﻲٌّ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺒَﻬَﺎﺋِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺟَﻤَﺎﻟِﻚَ ﺑِﺄَﺟْﻤَﻠِﻪِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺟَﻤَﺎﻟِﻚَ ﺟَﻤِﻴْﻞٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺠَﻤَﺎﻟِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺟَﻼَﻟِﻚَ ﺑِﺄَﺟَﻠِّﻪِ ,ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺟَﻼَﻟِﻚَ ﺟَﻠِﻴْﻞٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺠَﻼَﻟِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻋَﻈَﻤَﺘِﻚَ ﺑِﺄَﻋْﻈَﻤِﻬَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻋَﻈَﻤَﺘِﻚَ ﻋَﻈِﻴْﻤَﺔٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻌَﻈَﻤَﺘِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻧُﻮْﺭِﻙَ ﺑِﺄَﻧْﻮَﺭِﻩِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻧُﻮْﺭِﻙَ ﻧَﻴِّﺮٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻨُﻮْﺭِﻙَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺭَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﺑِﺄَﻭْﺳَﻌِﻬَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺭَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻭَﺍﺳِﻌَﺔٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻧُﻮْﺭِﻙَ ﺑِﺄَﻧْﻮَﺭِﻩِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻧُﻮْﺭِﻙَ ﻧَﻴِّﺮٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻨُﻮْﺭِﻙَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺭَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﺑِﺄَﻭْﺳَﻌِﻬَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺭَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻭَﺍﺳِﻌَﺔٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺃَﺳْﻤَﺎﺋِﻚَ ﺑِﺄَﻛْﺒَﺮِﻫَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺃَﺳْﻤَﺎﺋِﻚَ ﻛَﺒِﻴْﺮَﺓٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺄَﺳْﻤَﺎﺋِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻋِﺰَّﺗِﻚَ ﺑِﺄَﻋَﺰِّﻫَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻋِﺰَّﺗِﻚَ ﻋَﺰِﻳْﺰَﺓٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻌِﺰَّﺗِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻣَﺸِﻴْﺌَﺘِﻚَ ﺑِﺄَﻣْﻀَﺎﻫَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻣَﺸِﻴْﺌَﺘِﻚَ ﻣَﺎﺿِﻴَﺔٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤَﺸِﻴْﺌَﺘِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻗُﺪْﺭَﺗِﻚَ ﺑِﺎﻟْﻘُﺪْﺭَﺓِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺍﺳْﺘَﻄَﻠْﺖَ ﺑِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻗُﺪْﺭَﺗِﻚَ ﻣُﺴْﺘَﻄِﻴْﻠَﺔٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻘُﺪْﺭَﺗِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻋِﻠْﻤِﻚَ ﺑِﺄَﻧْﻔَﺬِﻩِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻋِﻠْﻤِِﻚَ ﻧَﺎﻓِﺬٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻌِﻠْﻤِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻟِِﻚَ ﺑِﺄَﺭْﺿَﺎﻩُ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻗَﻮْﻟِِﻚَ ﺭَﺿِﻲٌّ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻘَﻮْﻟِِﻚَ ﻛُﻠِّﻪ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻣَﺴَﺎﺋِﻠِﻚَ ﺑِﺄَﺣَﺒِّﻬَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻚَ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻣَﺴَﺎﺋِﻠِﻚَ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺣَﺒِﻴْﺒَﺔٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤَﺴَﺎﺋِﻠِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺷَﺮَﻓِﻚَ ﺑِﺄَﺷْﺮَﻓِﻪِِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺷَﺮَﻓِﻚَ ﺷَﺮِﻳْﻒٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺸَﺮَﻓِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺳُﻠْﻄَﺎﻧِﻚَ ﺑِﺄَﺩْﻭَﻣِﻪِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺳُﻠْﻄَﺎﻧِﻚَ ﺩَﺍﺋِﻢٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺴُﻠْﻄَﺎﻧِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻣُﻠْﻜِﻚَ ﺑِﺄَﻓْﺨَﺮﻩِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻣُﻠْﻜِﻚَ ﻓَﺎﺧِﺮٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤُﻠْﻜِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻋُﻠُﻮِّﻙَ ﺑِﺄَﻋْﻼَﻩُ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻋُﻠُﻮِّﻙَ ﻋَﺎﻝٍ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻌُﻠُﻮِّﻙَ ﻛُﻠِّﻪِ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﻣَﻨِّﻚَ ﺑِﺄَﻗْﺪَﻣِﻪِ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﻣَﻨِّﻚَ ﻗَﺪِﻳْﻢٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤَﻨِّﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣِﻦْ ﺁﻳَﺎﺗِﻚَ ﺑِﺄَﻛْﺮَﻣِﻬَﺎ , ﻭَ ﻛُﻞُّ ﺁﻳَﺎﺗِﻚَ ﻛَﺮِﻳْﻤَﺔٌٌ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﺂﻳَﺎﺗِﻚَ ﻛُﻠِّﻬَﺎ .

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤَﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﻓِﻴْﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺄْﻥِ ﻭَ ﺍﻟْﺠَﺒَﺮُﻭْﺕِ , ﻭَ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻜُﻞِّ ﺷَﺄْﻥٍ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻭَ ﺟَﺒَﺮُﻭْﺕٍ ﻭَﺣْﺪَﻫَﺎ ,

ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﺑِﻤَﺎ ﺗُﺠِﻴْﺒُﻨِﻲ ﺑِﻪِ ﺣِﻴْﻦَ ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻓَﺄَﺟِﺒْﻨِﻲ ﻳَﺎ ﺍﻟﻠﻪُ

Terjemahan Doa Sahar

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kemegahan-Mu dengan yang paling megahnya dan semua kemegahan-Mu itu megah

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kemegahan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari keindahan-Mu dengan yang paling indahnya dan semua keindahan-Mu itu indah

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kemegahan-Mu dengan yang paling megahnya dan semua kemegahan-Mu itu megah

Ya ALLAH, aku memohon kepada-Mu dengan kemegahan-Mu seluruhnya.

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari keindahan-Mu dengan yang paling indahnya dan semua keindahan-Mu itu indah

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan keindahan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari cahaya-Mu dengan yang paling terangnya, dan semua cahaya-Mu itu terang

Ya ALLAH, aku memohon kepada-Mu dengan cahaya-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kasih-Mu dengan yang paling luasnya, dan semua kasih-Mu itu luas,

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kasih-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kalimat-Mu dengan yang paling sempurnanya dan semua kalimat-Mu itu sempurna

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kalimat-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kesempurnaan-Mu dengan yang paling sempurnanya dan semua kesempurnaan-Mu itu sempurna

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kesempurnaan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari asmâ`-Mu dengan yang paling besarnya dan semua asmâ`-Mu itu besar

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan asmâ`-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kemuliaan-Mu dengan yang paling mulianya dan semua kemuliaan-Mu itu mulia

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH  aku memohon kepada-Mu dari kehendak-Mu dengan yang paling berjalannya dan semua kehendak-Mu itu berjalan

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kehendak-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kekuasaan-Mu yang dengannya Engkau kuasai segala sesuatu dan semua kekuasaan-Mu itu meliputi

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari ilmu-Mu dengan yang paling meliputinya dan semua ilmu-Mu itu meliputi

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan ilmu-Mu seluruhnya

ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari firman-Mu dengan yang paling ridonya dan semua firman-Mu itu rido, ya Allah aku memohon kepada-Mu dengan firman-Mu seluruhnya

Ya ALLAH sungguh aku memohon kepada-Mu dari permohonan-permohonan kepada-Mu dengan yang paling disukainya oleh-Mu dan semua permohonan kepada-Mu itu disukai oleh-Mu

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan permohonan kepada-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kemuliaan-Mu dengan yang paling mulianya dan semua kemuliaan-Mu itu mulia

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kekuasaan-Mu dengan yang paling kekalnya dan semua kekuasaan-Mu itu kekal

Ya ALLAH, aku memohon kepada-Mu dengan kekuasaan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari kerajaan-Mu dengan yang paling megahnya dan semua kerajaan-Mu itu megah

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan kerajaan-Mu seluruhnya

Ya ALLAH sungguh aku memohon kepada-Mu dari ketinggian-Mu dengan yang paling tingginya, dan semua ketinggian-Mu itu tinggi

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan ketinggian-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari karunia-Mu dengan yang paling terdahulunya dan semua karunia-Mu itu terdahulu

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan karunia-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dari ayat-ayat-Mu dengan yang paling mulianya dan semua ayat-ayat-Mu itu mulia

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan ayat-ayat-Mu seluruhnya

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan keadaan dan kekuasaan yang Engkau ada padanya, dan aku memohon kepada-Mu dengan setiap keadaan tersendiri dan dengan kekuasaan tersendiri,

Ya ALLAH aku memohon kepada-Mu dengan apa yang Engkau kabulkan aku dengannya ketika aku memohon kepada-Mu, maka kabulkanlah aku Ya ALLAH ِ

Doa buka puasa di hari kamis

 kitab 'Shahifah Al-Fathimiyyah'. Kitab ini merupakan kumpulan doa sehari-hari yang dipanjatkan oleh Sayyidah Fatimah Az-Zahra, selaku putri Rasulullah Muhammad SAW. 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالْتُقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى ،وَالعَمَلَ بِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْقُوَّتِكَ لِضَعْفِنَا ، وَمِنْ غِنَاكَ لِفَقْرِنَا وَفَاقَتِنَا ، وَمِنْحِلْمِكَ وَعِلْمِكَ لِجَهْلِنَا ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِمُحَمَّدٍ ، وَأعِنَّا عَلَى شُكْرِكَ وَذِكْرِكَ ، وَطَاعَتِكَوَعِبَادَتِكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

"Allhumma innii as'aluka hudaa wattuqaa wal 'afaafa wa ghinaa wal 'amala bima tuhibbu watardhaa, allhumma inni as'aluka mon quwwatika lidha'finaa wa min ghinaaka lifaqrinaa wa faaqatinaa, wamin hilmika wa 'ilmika li jahlinaa, allahumma shalli 'alaa muhammadin wa 'aali muhammadin, wa a'innaa 'alaa syukrika wa dzikrika, wa thaa'atika wa 'ibaadatika, birahmatika yaa arhamar raahimiin."

Artinya: Ya Allah, aku memohon petunjuk pada-Mu dan kehormatan dan kekayaan serta beramal sesuai dengan apa yang Engkau cintai dan ridhai. Ya Allah, aku memohon kekuatan dari-Mu karena kelemahan kami, kekayaan dari-Mu karena kefakiran dan kepapaan kami, dan kearifan dan ilmu dari-Mu karena kejahilan kami. Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarganya dan bantulah kami supaya dapat bersyukur dan berzikir pada-Mu, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Pengasih di antara yang mengasihi.

Doa buka puasa riwayat yang lain :

اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

“Allahumma lakasumtu wabika aamantu wa’alaa rizqika afthortu birohmatika yaa arhamar roohimiin”.

artinya:

“Ya Allah, untuk-Mu atau karena-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, dan atas rezeki-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu, Ya Allah Tuhan Maha Pengasih”.

Doa riwayat yang lainnya


ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُ إِن شَاءَ اللهُ

“Dzahabaz zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru, insyaallah”.

artinya

“Telah hilang rasa haus, telah basah urat-urat, dan telah pasti ganjaran, dengan kehendak Allah Ta’ala.” (HR.Abu Dawud, Daruquthni, Hakim, dan Nasa’i).

Doa puasa riwayat lainnya

للَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا، اَللَّهُمَّ تَقَبَّل مِنَّا، اِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيمُ

Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim”.

Artinya,

“Ya Allah , untuk-Mu atau karena-Mu kami berpuasa, atas rezeki-Mu kami berbuka, maka terimalah (puasa) kami. Sesungguhnya, Engkau Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (HR.Ibnu Sunni dan lainnya).

Doa Buka Puasa yang lainnya

اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِي

“Allahumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at kulla syain an taghfirolii”.

Artinya,

“Ya Allah, sungguh aku meminta kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang mencakup segala sesuatu, agar Engkau mengampuniku.”

DOA BUKA PUASA

الحمد لله ، اللـهم صل على سيدنا محمد وآله وسلم ، ( اللهم لك صُمتُ ، وعلى رزقك أفطرت ، وبك آمنت ، وعليك توكلت ، ورحـمتك رجوت ، وإليك أنبت ، ذهب الظمأ وابتلَّتِ العُروق وثبت الأجر إن شاء الله تعالى ، يا واسع الفضل اغفر لي ، الحمد لله الذي أعانني فصمت ، ورزقني فأفطرت اللـهم إني أسألك برحـمتك التي وسعت كل شيءٍ أن تغفر لي ، سبحانك اللهم وبِحمدك ، ربنا تـقبل منا إنك أنت السميع العليم . اللـهم إنك عفوٌ تُـحِب العفوَ فاعفُ عنا يا كريم ، اللـهم صلِّ على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم 
اللهم يا عظيم يا عظيم أنت إلهي لا إله غيرك ، اغفر الذنب العظيم ، فإنه لا يغفر الذنب العظيم إلا العظيم ، اللهم اغفر لنا وارحمنا ، وارض عنا وتقبل منا ، وأدخلنا الجنة ونجنا من النار ، وأصلح لنا شأننا كله ، وصلى الله وسلم في كل حين أبداً على سيدنا محمد وآله وصحبه ، عدد نِعمِ الله وأفضاله .

Artinya : Segala Puji Bagi Allah , Solawat dan salam semuga terlimpahkan kepada Sayyidina Muhammad SAW. Ya Allah, aku telah berpuasa untukMu, dan aku telah berbuka dengan rezekiMu. dan dengan Engkau aku beriman, dan hanya atasMu aku bertawakal, dan hanya rahmatMu aku harapkan dan hanya kepadaMu aku kembali,hilanglah kehausan, dan telah basahlah kerongkongan dan tetaplah pahala insya Allah” Wahai Yang Maha Luas anugerahnya, ampunilah kesalahanku. Segala pujian bagi Allah yang telah membantuku sehingga aku dapat berpuasa dan yang telah memberi kepadaku rezeki sehingga aku dapat berbuka”. Ya Allah aku memohon kepada-Mu demi rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, ampunilah aku. Maha Suci Engkau Ya Allah dan terpujilah Engkau. Ya Tuhan Kami terimalah dari kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan menyukai sikap pemaaf maka maafkanlah kami. Ya Allah limpahkanlah salawat (kesejahteraan) dan salam (keselamatan) atas junjungan kami Nabi Muhammad dan atas keluarga serta sahabat beliau. Ya Allah-ku, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Agung, Engkaulah Tuhanku. Tiada Tuhan selain Engkau. Ampunilah dosa yang besar. Karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni dosa yang besar keculai Tuhan Yang Maha Besar / Agung. Ya Allah ampunilah kami, rahmatilah kami, ridhoilah kami, dan terimalah darikami (segala amalan kami), masukkanlah kami ke dalam surga dan selamatkanlah kami dari api neraka, dan perbaikilah untuk kami segala urusan kami semuanya. Semoga salawat dan salam Allah tetap terlimpah – setiap waktu selamanya – atas junjungan kami Nabi Muhammad beserta keluarga beliau, sebanyak nikmat-nikmat dan keutamaan Allah.



سر الصوم 

قال الإمام الحداد رحمه الله :
ومن آداب الصائم : أن لا يكثر النوم بالنهار ، ولا يكثر الأكل بالليل ، وليقتصد في ذلك حتى يجد مس الجوع والعطش ؛ فتتهذب نفسه وتضعف شهوته ، ويستنير قلبه ...وذلك سر الصوم ومقصوده .

النصائح الدينية ص 138
Berkata Iman abdullah Alhaddad r.a. di dalam kitabnya yg berjudul
Nasoihu diniyah wal wasoya alimaniyah hal 138 :
Termasuk diantara adab2nya orang yg berpuasa adalah hendaknya ia tidak memperbanyak tidurnya disiang hari dan tidak memperbanyak makan dimalam harinya, maka hendaknya ia bersikap wajar/sedang2 saja akan hal tersebut sehingga ia tetap merasakan rasa laparnya disiang harinya karena tidak dipake tidur saja pun dimalam harinya (karena tidak terlalu kenyang saat berbuka) dengan demikian jiwanya akan terlatih dan nafsu syahwatnya pun akan melemah dan hatinya akan bercahaya, nah inilah rahasia dan maksud tujuan dari ibadah PUASA itu sendiri .

Doa dengan riwayat yang lainnya

Diriwayatkan dari Al-Shâdiq as, beliau berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw telah berkata kepada Amîrul Mu`minîn as, 'Wahai Abal Hasan, ini bulan Ramadhan telah datang, maka jadikanlah doamu ini sebelum berbukamu, karena sesungguhnya Jabrail telah datang kepadaku, lalu dia berkata, 'Wahai Muhammad, barang siapa yang berdoa dengan doa ini dalam bulan Ramadhan sebelum dia berbuka, niscaya Allah Yang Maha Tinggi mengabulkan doanya dan menerima puasanya dan shalatnya, dan Dia mengabulkan baginya sepuluh permintaan: Dia mengampuni dosanya, melapangkan kesempitannya, melenyapkan kesulitannya, memenuhi hajat-hajatnya, mengabulkan permintaannya, mengangkat amalnya besama amal-amal para nabi dan para shiddîq, dan dia datang pada hari kiamat sedang wajahnya lebih terang dari bulan pada malam purnama.' Lalu aku berkata, 'Apa doa itu ya Jabrail?' Maka dia berkata, 'Ucapkanlah: 

اللَّهُمَّ رَبَّ النُّورِ العَظِيمِ، وَ رَبَّ الكُرْسِيِّ الرَّفِيعِ، وَ رَبَّ البَحْرِ المَسْجُور وَ رَبَّ الشَّفْعِ الكَبِيرِ وَ النُّورِ العَزِيزِ، وَ رَبَّ التَّوْرَاةِ وَ الإِنْجِيلِ وَ الزَّبُورِ وَ الفُرْقَانِ العَظِيمِ، أَنْتَ إِلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَ إِلَهُ مَنْ فِي الأَرْضِ لاَ إِلَهَ فِيهِمَا غَيْرُكَ، وَ أَنْتَ مَلِكُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَ مَلِكُ مَنْ فِي الأَرْضِ لاَ مَلِكَ فِيهِمَا غَيْرُكَ، أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ الكَبِيرِ، وَ نُورِ وَجْهِكَ المُنِيرِ، وَ بِمُلْكِكَ القَدِيمِ، يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ، أَسْأَلُكَ بِاسْمِكَ الَّذِي أَشْرَقَ بِهِ كُلُّ شَيْ‏ءٍ، وَ بِاسْمِكَ الَّذِي أَشْرَقَتْ بِهِ السَّمَاوَاتُ وَ الأَرْضُ، وَ بِاسْمِكَ الَّذِي صَلُحَ بِهِ الأَوَّلُونَ وَ بِهِ يَصْلُحُ الآخِرُونَ، يَا حَيُّ قَبْلَ كُلِّ حَيٍّ، وَ يَا حَيُّ بَعْدَ كُلِّ حَيٍّ، وَ يَا حَيُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ، وَ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَ اجْعَلْ لِي مِنْ أَمْرِي يُسْرًا وَ فَرَجًا قَرِيبًا، وَ ثَبِّتْنِي عَلَى دِينِ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ، وَ عَلَى سُنَّةِ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ، وَ اجْعَلْ عَمَلِي فِي المَرْفُوعِ المُتَقَبَّلِ، وَ هَبْ لِي كَمَا وَهَبْتَ لِأَوْلِيَائِكَ وَ أَهْلِ طَاعَتِك، فَإِنِّي مُؤْمِنٌ بِكَ وَ مُتَوَكِّلٌ عَلَيْكَ، مُنِيبٌ إِلَيْكَ مَعَ مَصِيرِي إِلَيْكَ، وَ تَجْمَعُ لِي وَ لِأَهْلِي وَ وُلْدِيَ الخَيْرَ كُلَّهُ، وَ تَصْرِفُ عَنِّي وَ عَنْ وُلْدِي وَ أَهْلِيَ الشَرَّ كُلَّهُ، أَنْتَ الحَنَّانُ المَنَّانُ بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَ الأَرْضِ، تُعْطِي الخَيْرَ مَنْ تَشَاءُ وَ تَصْرِفُهُ عَمَّنْ تَشَاءُ، فَامْنُنْ عَلَيَّ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Allâhumma rabban nûril 'azhîm, wa rabbal kursiyyir rafî’, wa rabbal bahril masjûr, wa rabbasy syaf’il kabîri wan nûril ‘azîz, wa rabbat taurâti wal injîli waz zabûri wal furqânil ‘azhîm, anta ilâhu man fis samâwâti wa ilâhu man fil ardh, lâ ilâha fîhimâ ghairuk, wa anta maliku man fis samâwâti wa maliku man fil ardh, lâ malika fîhimâ ghairuk, as`aluka bismikal kabîr, wa nûri wajhikal munîr, wa bimulkikal qadîm, yâ hayyu yâ qayyûm yâ ha-yyu yâ qayyûm yâ hayyu yâ qayyûm, as`aluka bismikal ladzî asra-qa bihi kullu syai`, wa bismikal ladzî asraqat bihis samâwâtu wal ardh, wa bismikal ladzî shaluha bihil awwalûna wa bihi yashluhul âkhirûn, yâ hayyu qabla kulli hay, wa yâ hayyu ba’da kulli hay, wa yâ hayyu lâ ilâha illâ ant, shalli ‘alâ muhammadin wa âli mu-hammad, waghfir lî dzunûbî, waj’al lî min amrî yusran wa fara-jan qarîbâ, wa tsabbitnî ‘alâ dîni muhammadin wa âli muha-mmad, wa ‘alâ sunnati muhammadin wa âli muhammadin ‘alaihi wa ‘alaihimus salâm, waj’al ‘amalî fil marfû’il mutaqabbal, wa hab lî kamâ wahabta li`auliyâ`ika wa ahli thâ’atik, fainnî mu`minun bika wa mutawakkilun ‘alaik, munîbun ilaka ma’a mashîrî ilaik, wa tajma’u lî wa li`ahlî wa wuldiyal khaira kullah, wa tash-rifu ‘annî wa ‘an wuldî wa ahliyal khaira kullah, antal hannânul mannânu badî’us samâwâti wal ardh, tu’thiyal khaira man tasyâ`u wa tashrifuhu ‘amman tasyâ`, famnun ‘alayya birahmatika yâ arhamar râhimîn.

Ya Allah Pemilik cahaya yang agung, Pemilik kursi yang tinggi, Pemilik laut yang meluap, Pemilik pertolongan yang besar dan cahaya yang mulia, dan Pemilik Al-Taurah Al-Injil Al-Zabur dan Al-Furqan yang agung, Engkau Tuhan bagi makhluk yang ada di langit dan Tuhan bagi makhluk yang ada di bumi tidak ada tuhan pada keduanya selain-Mu, Engkau Raja bagi makhluk yang ada di langit dan Raja bagi makhluk yang ada di bumi tidak ada raja pada keduanya selain-Mu, aku memohon kepada-Mu dengan nama-Mu yang Maha Besar, cahaya wajah-Mu yang Maha Bersinar, dan dengan kerajaan-Mu yang Maha Terdahulu, wahai Yang Maha Hidup wahai Yang Maha Mandiri wahai Yang Maha Hidup wahai Yang Maha Mandiri wahai Yang Maha Hidup wahai Yang Maha Mandiri, aku memohon pada-Mu dengan nama-Mu yang dengannya ber-sinar segala sesuatu, dan dengan nama-Mu yang dengannya bercahaya langit dan bumi, dan dengan nama-Mu yang dengannya telah maslahat kaum terdahulu dan yang dengannya menjadi maslahat kaum yang terakhir, wahai Yang Maha Hidup sebelum segala yang hidup, wahai Yang Maha Hidup setelah segala sesuatu yang hidup, wahai Yang Maha Hidup yang tidak ada tuhan selain Engkau, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan ampunilah bagiku dosa-dosaku, dan jadikanlah dari urusanku itu mudah lapang lagi dekat, teguhkanlah aku di atas ajaran Muhammad dan keluarga Muhammad, dan di atas sunnah Muhammad dan keluarga Muhammad salam baginya dan bagi mereka, jadikanlah amalku dalam amal yang diangkat lagi diterima, berikanlah padaku sebagaimana telah Engkau berikan kepada wali-wali-Mu dan yang ahli taat kepada-Mu, karena sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan bertawakal atas-Mu, berjalan kepada-Mu bersama tempat kembaliku kepada-Mu, Engkau kumpulkan bagiku, bagi keluar-gaku dan anak-anakku kebaikan semuanya, dan Engkau palingkan dariku dari anak-anakku dan keluargaku keburukan seluruhnya, Engkau Maha Penyayang Maha Pemberi Pencipta langit dan bumi, Engkau berikan kebaikan pada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau memalingkannya dari orang yang Engkau kehendaki, maka berikanlah karunia kepadaku dengan kasih-Mu wahai Yang Maha Pengasih dari semua yang mengasihi.[Bihâr Al-Anwâr 95/11]

Amalan yang Terbaik adalah Amalan yang Bisa Dirutinkan

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [5]

Keutamaan yang berpuasa senin dan kamis:

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”” (HR. Muslim no. 1151)
Dalam riwayat lain dikatakan, 
قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِى
“Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”.” (HR. Bukhari no. 1904)

Dalam riwayat Ahmad dikatakan, 
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلُّ الْعَمَلِ كَفَّارَةٌ إِلاَّ الصَّوْمَ وَالصَّوْمُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
“Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya”.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab,

أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.[6]

’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, ”Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam beramal? Apakah beliau beribadah yang banyak?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَطِيعُ

Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lakukan.”[7]

Semoga Allah memudahkan kita melakukan amalan yang mulia ini. Amalan yang istiqomah biar pun sedikit, itu lebih baik.

Nantikan pembahasan mengenai puasa-puasa sunnah lainnya. Semoga Allah mudahkan.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

 

Penulis: Muhammad Shofyan Al Mahdi S.Pdi S.Ag

Di Bumi Allah SWT , Hari : sabtu 20 JUNI 2020/28 syawal 1441 H 



[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 9/205, Muassasah Qurthubah.

Dalil Alquran

Alquran menganjurkan orang-orang beriman untuk bertawasul, ayat yang paling jelas tentang tawasul ada dalam surah Al-MaidahAllah swt secara eksplisit memerintahkan orang-orang beriman yang jika ingin mendekatkan dirinya kepada Allah swt, maka carilah suatu perantara:

 یا أَیهَا الَّذِینَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَیهِ الْوَسِیلَةَ وَجَاهِدُواْ فِی سَبِیلِهِ لَعَلَّکُمْ تُفْلِحُونَ; 

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." 

Dalam surah An-Nisa ayat 64, dianjurkan kepada para pendosa agar pergi mengunjungi Nabi saw dan memohon kepada beliau agar memintakan ampun untuknya sampai Allah swt mengampunin.

Tuhan dan memohon pertolongan kepada Rasulullah Saw dan para wali Allah yang merupakan suatu hal yang biasa dan mentradisi di kalangan kaum Muslimin semenjak dahulu kala, tidak bermakna menempatkan mereka sebagai mitra atau sekutu dalam perbuatan-perbuatan Tuhan. Yang dimaksud dengan tawassul adalah bahwa Tuhan memenuhi segala hajat dan permintaan manusia berkat perantara dan keberadaan mereka.

Sejatinya, manusia dengan perantara para wali ber-tawassul kepada Tuhan itu sendiri. Mereka memohon kepada Tuhan supaya segala hajat dan keinginan mereka terpenuhi. Pada saat yang sama mereka memohon kepada para wali Allah supaya para wali ini, mengingat kedekatan mereka kepada Tuhan, memohon kepada Allah Swt supaya mengabulkan permintaan dan hajat mereka.

Demikianlah makna tawassul yang diinginkan dari orang-orang beriman sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an, “Ya Ayyuhalladzina Amanu Ittaqullah wabtaghu ilaihi al-wasilah.” (Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, Qs. Al-Maidah [5]:35)

Secara umum, tawassul kepada para wali Allah merupakan sebuah perkara yang diterima oleh akal dan syariat. Sirah Rasulullah Saw dan para Imam Ahlulbait As serta seluruh kaum Muslimin, semenjak dulu hingga sekarang, menunjukkan kebolehan tawassul kepada para wali Allah Swt.

Rasulullah Saw dan para Imam Ahlulbait As memotivasi masyakarat untuk ber-tawassul kepada al-Qur’an dan para wali Allah

Tawassul kepada Para Nabi dan Wali Allah

Salah satu prinsip penting agama Islam dan bagian dari rukun tauhid yang disepakati oleh seluruh pengikut Rasulullah Saw adalah bahwa pengaturan alam semesta hanyalah berada di tangan Allah Swt. Masalah-masalah seperti penciptaan, pemberian rezeki, menghidupkan, mematikan, melakukan perputaran siang dan malam, cahaya dan kegelapan, menurunkan hujan dan lain sebagainya hanya dapat dilakukan oleh Allah Swt. Al-Qur’an dalam beberapa ayat menekankan hal ini dan menolak secara tegas seluruh jenis kesyirikan (dalam uluhiyyah, rububiyyahubudiyyah dan lain sebagianya).

Namun harus diketahui bahwa ber-tawassul kepada selain Allah Swt dan meminta pertolongan kepada Rasulullah Saw dan para wali Allah yang telah mentradisi sepanjang sejarah kaum Muslimin tidak bermakna menjadikan mereka sebagai mitra dan sekutu dalam perbuatan-perbuatan Tuhan. Melainkan bermakna bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki kedekatan, kedudukan tinggi dan kehormatan di sisi Allah Swt. Atas dasar itu, mereka menjadi media dan wahana manusia menerima emanasi Ilahi.

Untuk menjelaskan masalah ini kiranya kita perlu mengkaji redaksi tawassul secara leksikal dan teknikal.

Tawassul secara leksikal bermakna segala sesuatu yang dijadikan sebagai media dan perantara manusia untuk sampai kepada tujuannya.[1] Sebagaian lainnya berkata, “Tawassuladalah pemberian syafâ’at di hari Kiamat.”[2]

Secara teknikal terminologis keagamaan kaum Muslmin tawassul bermakna menjadikan para nabi, imam, orang-orang saleh sebagai media dan perantara di sisi Allah Swt untuk sampai ke makam qurb (kedekatan) Ilahi.

Keyakinan terhadap tawassul merupakan keyakinan yang bertitik-tolak dari al-Qur’an dan Sunnah Nabawi.

Al-Qur’an menyatakan, “Ya Ayyuhâlladzina Âmanû Ittaqullâh wabtaghu ilaihi al-wasilah.” (Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah perantara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, Qs. Al-Maidah [5]:35)

Hal yang dijadikan sebagai perantara dan media tawassul terkadang adalah amalan-amalan kebaikan yang mendekatkan kita kepada Allah Swt. Dan terkadang adalah manusia terhormat yang memiliki kedudukan dan kehormatan di sisi Allah Swt. Demikian juga, tawassul kepada orang-orang yang hidup, dan terkadang kepada orang-orang yang telah meninggalkan dunia ini yang sebagian dari tawassul seperti ini disebutkan dalam al-Qur’an dan sebagian riwayat.

1.      Tawassul saudara-saudara Yusuf kepada ayahnya, Ya’qub yang berkata, Mereka berkata, “Hai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). Ya‘qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Qs. Yusuf [12]:97-98)[3]

Sebagaimana yang Anda cermati Ya’qub tidak menolak permohonan anak-anaknya dan tidak berkata kepada mereka mengapa kalian tidak langsung bermohon kepada Allah Swt dan berperantara kepadaku. Ya’qub malah menekankan masalah tawassul dan menjanjikan untuk memohonkan ampunan bagi mereka di sisi Allah Swt.

 

2.      Tawassul kepada Rasulullah Saw: Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”(Qs. Al-Nisa [4]:64)[4]

Ayat ini menunjukkan bahwa untuk memohon ampunan kepada Allah Swt kita harus mencari media dan perantara yang berwibawa dan terhormat sehingga Tuhan mengabulkan segala hajat dan permohonan manusia.

 

3.      Usman bin Hanif berkata, “Seorang buta datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Pintalah kepada Tuhan supaya Dia menyembuhkanku.” Rasulullah Saw bersabda, “Apabila engkau bersabar maka hal itu akan lebih baik bagimu. Dan apabila engkau ingin aku akan memohonkan kesembuhan bagi penyakitmu kepada Allah Swt. Orang itu berkata, “Pintalah kepada Allah Swt supaya Dia menyembuhkanku.” Rasulullah Saw meminta kepadanya untuk berwudhu dan memohon kepada Allah Swt dengan doa ini, “Tuhanku! Aku bermohon kepadamu dengan perantara nabi-MU, nabi penuh kasih. Wahai Muhammad! Dengan perantaramu aku menghadap kepada Allah Swt sehingga segala hajatku terpenuhi.”[5]

Hadis sahih di atas menekankan atas legalitas perbuatan tawassul, karena Rasulullah Saw tidak hanya melarang orang itu untuk ber-tawassul, beliau juga mengajarkan model tawassulyang benar kepadanya bagaimana dengan menjadikan Rasulullah Saw perantara dan media antara ia dan Tuhan, memohon kepada Allah Swt supaya ia memperoleh kesembuhan dan hal ini bermakna sebagai tawassul kepada para wali Allah.

 

4.      Anas bin Malik berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah! Hewan-hewan kami telah binasa karena tiadanya air. Pohonlah kepada Allah Swt (untuk menurunkan hujan). Rasulullah Saw berdoa. Dan tidak lama berselang hujan turun selama seminggu sehingga orang tersebut datang kembali kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah! Rumah-rumah telah rusak. Jalan-jalan terputus.” Rasulullah Saw berkata,”Tuhanku! (Hujan rahmat-Mu) turunkan (hujan rahmat-Mu) ke atas gunung-gunung, bukit-bukit, lembah-lembah dan sungai-sungai dan tempat-tempat tumbuhnya pohon.”[6]Setelah berdoa, hujan di kota Madinah terputus namun tetap tercurah di sekeliling kota Madinah.[7]

 

5.      Diriwayatkan bahwa Nabi Adam karena telah melakukan kesalahan, berkata, “Wahai Tuhanku! Maafkanlah Aku demi Muhamad.” Allah Swt berkata, “Wahai Adam! Bagaimana engkau mengenal Muhammad meski Aku belum lagi menciptanya?” Adam menjawab, “Tatkala engkau menciptakanku aku melihat ke Arasy dan melhat di dalamnya tertulis: Lailaha illaLlâh Muhammad Rasulullâh.” Karena aku melihat namanya bersanding dengan nama-Mu, aku tahu bahwa ia adalah sosok yang paling dicintai di antara seluruh makhluk di dunia ini. Allah Swt berfirman, “Aku mengampunimu karena engkau telah meminta kepadaku demi Muhammad.”[8]

 

6.      Dalam nukilan yang lain dari riwayat di atas yang dikutip oleh Suyuti melalui jalur Ibnu Abbas dari Rasulullah Saw, “Ibnu Abbas berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw ihawl kalimat-kalimat yang diterima Nabi Adam dari Allah Swt dan menyebabkan Adam mendapatkan ampunan dari Allah Swt.” Rasulullah Saw bersabda, “Adam meminta kepada Allah Swt demi hak Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain supaya taubatnya diterima. Allah Swt pun menerima taubatnya.”[9]

 

7.      Dalam hadis lain yang dinukil dari Abu Hurairah dari Rasulullah Saw, “..Wahai Adam! Mereka ini (Ahlulbait As) adalah orang-orang pilihanku. Apabila engkau memiliki hajat maka jadikanlah mereka sebagai perantara dan ber-tawassul-lah kepada mereka. “ Rasulullah Saw mengimbuhkan, “Kami (Ahlulbait) adalah bahtera keselamatan. Barang siapa yang menaikinya akan selamat dan barang siapa yang meninggalkannya akan binasa. Karena itu barang siapa yang memiliki hajat dan membutuhkan Allah Swt maka ia harus menjadikan kami sebagai perantara.”[10]

 

8.      Ibnu Abbas berkata, “Umar bin Khattab memohon hujan dengan berperantara kepada Abbas bin Abdul Mutthalib paman Rasulullah Saw dan berkata, “Tuhanku! Kami memohon hujan kepadamu dengan perantara paman rasul kami. Dengan perantara uban-ubannya aku memohon syafâ’at.” Kemudian hujan turun dan terpenuhi dahaganya.[11] Dalam nukilan lain dari hadis di atas tatkala Abbas memohon hujan dan hujan pun turun, Umar menghadap kepada masyarakat dan berkata, “Demi Allah! Abbas adalah media dan perantara kami kepada Allah Swt dan memiliki kedudukan (tinggi) di sisi Allah Swt.”[12]

Qastalani berkata, “Tatkala Umar meminta hujan dengan perantara Abbas, ia berkata, “Ayyuhannas! Rasulullah Saw memandang Abbas sebagai seorang ayah. Ikutilah ia dan jadikan ia sebagai perantara menuju Allah Swt.”[13]

Perbuatan ini telah menggugurkan pemikiran orang-orang yang mengharamkan tawassulsecara mutlak atau tawassul kepada selain Rasulullah Saw. Demikian juga, menegaskan bahwa salah satu obyek perantara (wasilah) tawassul kepada orang-orang terhormat dan memiliki kedudukan yang mendekatkan manusia kepada Allah Swt. Ucapan Umar yang berkata, “Hadza Wallahi al-wasilah ilaLlah wa al-makan minhu” secara tegas menunjukkan kapabilitas tawassul dan taqarrub.

Ibnu Hajar Asqalani menulis, “Abbas paman Rasulullah Saw dalam doanya berkata, “Orang-orang menghadap kepadaku karena hubungan kekerabatan yang aku miliki dengan Rasulullah Saw.”[14]

Semua ini diungkap sehingga tidak tersisa secuil pun keraguan bahwa tujuannya adalah berperantara dan ber-tawassul kepada makam dan kedudukan Abbas. Karena itu, dapat dikatakan secara pasti bahwa kaum Muslimin semenjak kemunculan Islam telah ber-tawassulkepada orang-orang suci dan saleh untuk menunaikan hajat-hajat mereka.

 

Tawassul dalam Sirah Kaum Muslimin

Demikian juga dari hadis-hadis dapat disimpulkan bahwa sirah kaum Muslimin pasca kematian Rasulullah Saw juga terus berlanjut sebagaimana contoh yang diuraikan sebagai berikut:

1.      Baihaiqi meriwayatkan, seseorang datang ke pusara Rasulullah Saw dan berkata, Wahai Muhammad! Pintalah hujan untuk umatmmu.” Tidak lama berselang turunlah hujan dan orang-orang terpenuhi dahaganya.[15]

2.      Tatkala Mansur, Penguasa Dinasti Abbasiyah bertanya kepada Malik bin Anas, Imam Mazhab Maliki tentang bagaimana berziarah kepada Rasulullah Saw. Ia berkata, “Apakah aku harus menghadap kiblat dan berdoa atau menghadap Rasulullah Saw?” Malik bin Anas menjawab, “Mengapa Anda ingin berpaling darinya? Ia pada hari Kiamat menjadi perantara Anda dan perantara bapak Anda Adam. Menghadaplah kepadanya dan jadikanlah ia sebagai pemberi syafâ’at (syâfi’), Allah Swt menerima syafâ’atnya. Allah Swt berfirman, “Walau annahum idz dzhalamu..” (Qs. Al-Taubah [9]:)[16]

3.      Dari Muhammad bin Idris Syafi’i, Imam Mazhab Syafi’i juga meninggalkan beberapa syair yang menunjukkan bahwa ia meyakini secara mendalam terhadap tawassul, khususnyatawassul terhadap Ahlulbait Rasulullah Saw.

Ia berkata, “

Keluarga Nabi adalah perantaraku kepada Tuhan

Kuberharap demi mereka seluruh catatan amal perbuatanku diberikan pada tanganku. [17]

Syafi’i di tempat lain dari Diwan-nya berkata dalam memuji Ahlulbait As, “Sekiranya dosaku adalah mencintai keluarga Muhammad maka aku tidak akan pernah taubat dari dosa ini. Keluarga Nabi Saw di hari Kiamat dan tatkala kedudukan dan derajat mereka tampak bagi para penyaksi maka mereka adalah para pemberi syafâ’at-ku.”[18]

Syafi’i dalam syair-syair di atas dengan jelas memperkenalkan seluruh Ahlulbait Rasulullah Saw sebagai para pemberi syafâ’at-nya.

4.      Masalah tawassul kepada para wali Allah sedemikian berkembang di kalangan kaum Muslimin pada masa-masa awal kemunculan Islam sehingga mereka menyebutkan dalam syair-syair mereka dan memperkenalkan Rasulullah Saw sebagai media antara mereka dan Tuhan. Di antaranya adalah sebuah qasidah yang digubah oleh Sawad bin Qarib tentang Rasululah Saw:

Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan engkau adalah seorang Amin atas setiap yang tersembunyi.

Aku bersaksi bahwa engkau – wahai anak orang-orang mulia dan suci – sedekat-dekat perantara kepada Allah Swt di antara seluruh nabi.”[19]

Rasulullah Saw mendengar syair ini dan sekali-kali beliau tidak pernah melarang orang yang menggubah syair ini dan tidak menudingnya melakukan perbuatan syirik dan bid’ah.

5.      Abu Ali Khalali salah seorang ulama besar Hanafi berkata, “Mâ hamani amran faqashadtu Qabra Musa bin Ja’far As fatawassaltu bihi illa SahhalaLlah ta’ala ila ma uhibb.” Kapan saja aku mendapatkan kesulitan, maka aku berziarah ke pusara Musa bin Ja’far As dan ber-tawassulkepadanya. (Dengan tawassul ini) Allah Swt segera menyelesaikan segala kesulitanku dan memenuhi hajatku.” [20]

 

Tawassul dalam Pandangan Ahlulbait Rasulullah Saw

Tawassul dalam pandangan para Imam Ahlulbait As juga merupakan sebuah perbuatan terpuji. Mereka memotivasi masyarakat untuk ber-tawassul kepada al-Qur’an dan para wali Allah Swt.

Di antara frase doa Imam Sajjad disebutkan tentang peran tawassul:

Tuhanku! Aku ber-taqarrub kepada-Mu dengan perantara makam menjulang Muhammad dan wilayah serta jalan lurus Ali. Dan dengan perantara keduanya Aku menghadap kepada-Mu supaya Engkau lindungi Aku dari kejahatan ini dan itu.”[21]

Diriwayatkan dari Hadhrat Fatimah Zahra Sa yang bersabda, “Aku memuji Allah Swt yang berkat keagungan dan cahaya-Nya, seluruh makhluk di tujuh petala langit dan bumi, mencari perantara untuk ber-taqarrub kepada Allah Swt. Dan kami (keluarga Rasulullah Saw) merupakan media dan perantara kepada Allah Swt di antara para hamba-Nya.”[22]

Aisyah menukil bahwa Rasulullah Saw bersabda ihwal Khawarij:

Khawarij adalah seburuk-buruk ciptaan Allah Swt dan Ali adalah sebaik-baik hamba Allah Swt yang merupakan perantara terdekat kepada Allah Swt. Mereka akan membunuh sebaik-baik hamba.”[23]

Demikian juga, Syaikh Shaduq dengan menyebutkan sanad dari Rasulullah Saw mengutip bahwa beliau bersabda, “(Kebanyakan) para Imam Maksum berasal dari generasi dan keturunan Imam Husain As. Barang siapa yang mengikuti salah satu dari mereka maka ia telah mengikuti Allah Swt. Dan barang siapa yang membantah perintah-perintah mereka maka ia telah membantah perintah-perintah Allah Swt. Mereka adalah hablu al-matin dan mediataqarrub para hamba kepada Allah Swt.”[24]

Sebagaiman yang kita amati, masalah tawassul kepada para nabi dan wali Allah Swt, baik pada masa hidup mereka atau pada masa wafat mereka merupakan realitas yang berkembang dan dibolehkan pada masa nabi-nabi sebelumnya, pada masa Rasulullah Saw, dan pasca Rasulullah Saw, masa sahabat dan tabi’in dan pada pelbagai tingkatan masa dalam Islam. Kaum Muslimin, dari pelbagai mazhab Islam, senantiasa ber-tawassul kepada para nabi dan wali Allah untuk memenuhi pelbagai hajat dan kebutuhan mereka.

Dengan demikian masalah tawassul merupakan sebuah masalah yang legal dan islami. Dan apabila ada seseorang atau beberapa orang mengabaikan sunnah terpuji ini maka sesungguhnya mereka telah mengambil jarak dengan jalan lurus Islam.  Saran kami supaya mereka memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka lalu kembali ke jalan lurus Ilahi.


Contoh doa tawassul sebagai berikut:

BISMILLAHIRROHMANIR ROHIM

Dengan Asma Allah yang Mahakasih dan Mahasayang

إلهِي لَيْسَ لِي وَسِيلَةٌ إلَيْكَ إلاَّ عَواطِفُ رَأفَتِكَ، وَلا لِي ذَرِيعَةٌ إلَيْكَ إلاَّ عَوارِفُ رَحْمَتِكَ، وَشَفاعَةُ نَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَمُنْقِذِ الأُمَّةِ مِنَ الْغُمَّةِ، فَاجْعَلْهُما لِي سَبَباً إلى نَيْلِ غُفْرانِكَ، وَصَيِّرْهُمَا لِي وُصْلَةً إلَى الْفَوْزِ بِرِضْوانِكَ، وَقَدْ حَلَّ رَجآئِي بِحَرَمِ كَرَمِكَ، وَحَطَّ طَمَعِي بِفِنآءِ جُودِكَ. فَحَقِّقْ فِيكَ أَمَلِيْ وَاخْتِمْ بِالْخَيْرِ عَمَلِي، وَاجْعَلْنِي مِنْ صَفْوَتِكَ الَّذِينَ أَحْلَلْتَهُمْ بُحْبُوحَةَ جَنَّتِكَ، وَبَوَّأْتَهُمْ دارَ كَرامَتِكَ وَأَقْرَرْتَ أَعْيُنَهُمْ بِالنَّظَرِ إلَيْكَ يَوْمَ لِقآئِكَ، وَأَوْرَثْتَهُمْ مَنازِلَ الصِّدْقِ فِي جِوارِكَ

Ilahi

Tidak ada wasilah bagiku kepada-Mu selain limpahan kasih-Mu

Tidak ada jalan bagiku menuju-Mu selain curahan rahmat-Mu

dan syafaat Nabi-Mu, nabi pembawa rahmat

penyelamat umat dari bencana

Jadikan rahmat-Mu dan Nabi-Mu sebab untuk mencapai ampunan-Mu

Jadikan keduanya alat untuk memperoleh keberuntungan ridha-Mu

Sudah terurai harapku untuk kemuliaan karunia-Mu

Sudah tercurah hasratku akan keluasan anugerah-Mu

Penuhi cita-citaku pada-Mu

Tutupi dengan kebaikan amal-amalku

Jadikan aku dari pilihan-Mu

yang Engkau berikan puncak surga-Mu

yang Engkau siapkan rumah kemuliaan-Mu

yang Engkau tenteramkan hatinya ketika melihat-Mu dalam perjumpaan dengan-Mu

yang Engkau berikan kepadanya kedudukan shidq di samping-Mu

يا مَنْ لا يَفِدُ الْوافِدُونَ عَلى أَكْرَمَ مِنْهُ، وَلا يَجِدُ الْقاصِدُونَ أَرْحَمَ مِنْهُ، يا خَيْرَ مَنْ خَلا بِهِ وَحِيدٌ، وَيا أَعْطَفَ مَنْ أَوى إلَيْهِ طَرِيدٌ، إلى سَعَةِ عَفْوِكَ مَدَدْتُ يَدِي وَبِذَيْلِ كَرَمِكَ أَعْلَقْتُ كَفِّي، فَلا تُولِنِي الْحِرْمانَ، وَلا تُبْلِنِي بِالْخَيْبَةِ وَالْخُسْرانِ، يا سَمِيعَ الدُّعآءِ يا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

wahai Yang selain Dia

tidak ada yang lebih mulia untuk didatangi

wahai Yang selain Dia

tidak ada yang lebih pengasih untuk dicari

Wahai Yang Paling Kasih untuk menjadi kawan dalam kesendirian

Wahai Yang Paling Lembut untuk perlindungan orang usiran

Pada keluasan maaf-Mu, aku tadahkan tanganku

Pada kebesaran karunia-Mu, aku bukakan telapak tanganku

Jangan tolak permohonanku

Jangan campakkan aku dengan kekecewaan dan kerugian

Wahai Yang Mendengar Doa

Wahai Yang Paling Pengasih dari segala yang mengasihi

Ya Arhamar Rahimin

CONTOH YANG LEBIH LENGKAP

Doa itu adalah sebagai berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَ أَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ آلِهِ؛

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan menghadap kepada-Mu dengan (perantara) Nabi-Mu, Nabi (pembawa) rahmat, Muhammad, shalawat atasnya dan keluarganya;

يَا أَبَا الْقَاسِمِ يَا رَسُوْلَ اللَّهِ، يَا إِمَامَ الرَّحْمَةِ ؛

Wahai Abul Qasim, wahai Rasulullah, wahai pemimpin (pembawa) rahmat,

يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَقَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ؛

Wahai junjungan dan pemimpin kami, sesunguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah;

يَا أَبَا الْحَسَنِ، يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا عَلِيَّ بْنَ أَبِيْ طَالِبٍ ؛

Wahai Abul Hasan, wahai Amirul Mukminin, wahai Ali bin Abi Thalib,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ، يَا بِنْتَ مُحَمَّدٍ، يَا قُرَّةَ عَيْنِ الرَّسُوْلِ ؛

Wahai Fathimah az-Zahra`, wahai putri Muhammad, wahai cahaya mata Rasul, 

يَا سَيِّدَتَنَا وَ مَوْلاَتَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكِ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكِ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهَةً عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعِيْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, memohon syfaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedapankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah;

يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، يَا حَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ، أَيُّهَا الْمُجْتَبَى، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Hasan bin Ali, wahai al-Mujtabâ, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

 يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، يَا حُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ، أَيُّهَا الشَّهِيْدُ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

 Wahai Abu Abdillah, wahai Husein bin Ali, wahai syahid, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

 يَا أَبَا الْحَسَنِ، يَا عَلِيَّ بْنَ الْحُسَيْنِ، يَا زَيْنَ الْعَابِدِيْنَ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abul Hasan, wahai Ali bin Husein, wahai Zainal Abidin, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا أَبَا جَعْفَرٍ، يَا مُحَمَّدَ بْنَ عَلِيٍّ، أَيُّهَا الْبَاقِرُ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abu Ja’far, wahai Muhammad bin Ali, wahai al-Bâqir, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، يَا جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ، أَيُّهَا الصَّادِقُ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abu Abdillah, wahai Ja’far bin Muhammad, wahai ash-Shâdiq, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا أَبَا الْحَسَنِ، يَا مُوسَى بْنَ جَعْفَرٍ، أَيُّهَا الْكَاظِمُ،يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abul Hasan, wahai Musa bin Ja’far, wahai al-Kâzhim, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا أَبَا الْحَسَنِ، يَا عَلِيَّ بْنَ مُوسَى، أَيُّهَا الرِّضَى، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abul Hasan, wahai Ali bin Musa, wahai ar-Ridhâ, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

 يَا أَبَا جَعْفَرٍ، يَا مُحَمَّدَ بْنَ عَلِيٍّ، أَيُّهَا التَّقِيُّ الْجَوَّادُ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abu Ja’far, wahai Muhammad bin Ali, wahai at-Taqî al-Jawwâd, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا أَبَا الْحَسَنِ، يَا عَلِيَّ بْنَ مُحَمَّدٍ، أَيُّهَا الْهَادِي النَّقِيُّ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abul Hasan, wahai Ali bin Muhammad, wahai al-Hâdî an-Naqî, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، يَا حَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ، أَيُّهَا الزَّكِيُّ الْعَسْكَرِيُّ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Abu Muhammad, wahai Hasan bin Ali, wahai az-Zakî al-‘Askarî, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

 يَا وَصِيَّ الْحَسَنِ وَ الْخَلَفَ الْحُجَّةَ، أَيُّهَا الْقَائِمُ الْمُنْتَظَرُ الْمَهْدِيُّ، يَا ابْنَ رَّسُوْلِ اللَّهِ ؛

Wahai Washî al-Hasan, wahai pengganti yang hujjah, wahai pemimpin yang dinanti (kedatangannya), al-Mahdi, wahai putra Rasulullah,

يَا حُجَّةَ اللَّهِ عَلَى خَلْقِهِ، يَا سَيِّدَنَا وَ مَوْلاَنَا، إِنَّا تَوَجَّهْنَا وَ اسْتَشْفَعْنَا وَ تَوَسَّلْنَا بِكَ إِلَى اللَّهِ وَ قَدَّمْنَاكَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَاتِنَا، يَا وَجِيْهًا عِنْدَ اللَّهِ اشْفَعْ لَنَا عِنْدَ اللَّهِ ؛

Wahai hujjah Allah atas makhluk-Nya, wahai junjungan dan pemimpin kami, sesungguhnya kami menghadap, meminta syafaat, dan bertawassul denganmu kepada Allah, serta mengedepankanmu demi terkabulnya hajat-hajat kami, wahai yang terpandang di sisi Allah, karuniakanlah syafaat kepada kami di sisi Allah; 

( Kemudian, mintalah hajat-hajat Anda. Semua hajat tersebut akan dikabulkan insyâ-Allah. Dalam sebuah hadis dianjurkan untuk membaca doa berikut setelah membaca doa Tawassul di atas. )

يَا سَادَتِيْ وَ مَوَالِيَّ، إِنِّيْ تَوَجَّهْتُ بِكُمْ أَئِمَّتِيْ وَ عُدَّتِيْ لِيَوْمِ فَقْرِيْ وَ حَاجَتِيْ إِلَى اللَّهِ

Wahai junjungan dan pemimpin-pemimpinku, sesungguhnya aku menghadap kepada Allah dengan (perantara) kalian para imamku dan bekalku di saat kepapaan dan keperluanku,

وَ تَوَسَّلْتُ بِكُمْ إِلَى اللَّهِ وَ اسْتَشْفَعْتُ بِكُمْ إِلَى اللَّهِ، فَاشْفَعُوْا لِيْ عِنْدَ اللَّهِ، وَ اسْتَنْقِذُوْنِيْ مِنْ ذُنُوْبِيْ عِنْدَ اللَّهِ ؛

dan aku bertawassul dengan kalian kepada Allah, dan memohon syafaat kepada Allah melalui perantara kalian. Maka, karuniakanlah syafaat kepadaku di sisi Allah dan selamatkanlah aku dari jeratan dosa-dosaku di sisi Allah,

فَإِنَّكُمْ وَسِيْلَتِيْ إِلَى اللَّهِ، وَ بِحُبِّكُمْ وَ بِقُرْبِكُمْ أَرْجُوْ نَجَاةً مِنَ اللَّهِ، فَكُوْنُوْا عِنْدَ اللَّهِ رَجَائِيْ

 karena kalianlah perantaraku kepada Allah, dan hanya dengan kecintaan kepada kalian serta kedekatan kepada kalian aku memohon keselamatan kepada Allah. Oleh karena itu, jadilah kalian tumpuan harapanku di sisi Allah,

، يَا سَادَتِيْ، يَا أَوْلِيَاءَ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ وَ لَعَنَ اللَّهُ أَعْدَاءَ اللَّهِ ظَالِمِيْهِمْ مِنَ الْأَوَّلِيْنَ وَ الْآخِرِيْنَ، آمِينَ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

wahai pemimpin-pemimpinku, wahai kekasih-kekasih Allah. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat atas mereka semua dan melaknat para musuh Allah, yaitu orang-orang yang menzalimi mereka dari yang pertama hingga yang terakhir. Amin, ya Rabbal ‘Âlamîn.


[1]. Raghib Isfahani, Mufradât Râghib, hal. 560; Fakhrurazi, Tafsir Kabir, 4/349; Ibnu Atsir, Al-Nihâyah fi Gharib al-Hadits, 185/5.

[2]. Ibnu Atsir, Al-Nihâyah fi Gharib al-Hadits, 185/5.

[3]. Qs. Yusuf (12):97-98

قَالُواْ یَأَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا کُنَّا خَاطِینَ. قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَکُمْ رَبىّ‏ِ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِیمُ. 

[4]. Qs. Al-Nisa (4):64

وَ لَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاؤُکَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَ اسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحیماً.

[5]. Tirmidzi, al-Jâmi’ al-Shahih, 35783569/5.

[6]. Muhammad bin Ismail bin Bukhari, Shahih Bukhâri, jil. 1, hal. 344-346, Hadis 968-976.

جاء رجل إلی رسول الله فقال: یا رسول الله، هلکت المواشی و تقطّعت السبل، فادع الله، فدعا الله، فمطرنا من الجمعة إلی الجمعة، فجاأ رجل إلی النبی فقال: یا رسول الله، تهدّمت البیوت، و تقطّعت السبل و هلکت المواشی. فقال رسول الله: «اللهم علی ظهور الجبال و الاکام و بطون الأودیة و منابت الشجر». فانجابت عن المدینة انجیاب الثوب.

[7]. Hakim al-Naisyaburi, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, 517/3, Hadis 4286; Baihaqi, Dalâil al-Nubuwwah, 489/5;Wafâ al-Wafâ, 1371-1372/4; Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, 59/1.

[8].  

و نقل أنّ آدم لما اقترف الخطئیة قال: یا ربّی، أسألک بحق محمد لما غفرت لی، فقال، یا آدم، کیف عرفته؟ قال: لأنک لما خلقتنی نظرت إلی العرش فوجدت مکتوباً فیه: لا اله الا الله، محمد رسول الله؛ فرأیت اسمه مقروناً مع اسمک، فعرفته أحب الخلق الیک».

[9]. Suyuti, Al-Durr al-Mantsur, jil. 1, hal. 60-61, Dar al-Kutub al-‘Iraqiyah, 1377 H.

عن ابن عباس قال سألت رسول الله عن الکلمات التی تلقاها آدم من ربّه فتاب علیه قال: سئل بحق محمد و علی و فاطمة و الحسن و الحسین إلا تبت علیّ فتاب علیه.  

[10]. Ibrahim bin Juwaini, Farâid al-Simthain, jil. 1, hal. 36 dan 37, Beirut, Muassasah Mahmudi, Cetakan Pertama, 1398 H. Kharazmi, al-Manâqib, hal. 318, jil. 20, Intisyarat-e Islami, Qum, 1441 H.

یا آدم هؤلاء صفوتی ... فإذا کان لک الی حاجة فبهؤلاء توسل، فقال النبی: نحن سفینة النجاة من تعلق بها نجا و من حاد عنها هلک، فمن کان له إلی الله حاجة فلیسألنا أهل البیت.

[11]. Abu Nua’im Isfahani, Dalâil al-Nubuwwah, 752/2, Hadis 511; Shahih Bukhâri, Kitab al-Jum’ah, bab al-Istisyqa.

عن ابن عباس، أن عمر قال: اللهم إنا نستسقیک بعم نبیّنا، و نستشفع بشیبته، فسقوا.  

[12]. Ibnu Atsir, Usd al-Ghâbah, 11/3.

فقال عمر: هذا و الله الوسیلة الی الله و المکان منه.

[13]Al-Mawâhib al-Laduniyyah, 380/3; Fath al-Bâri, 413/2.

إن عمر لما استسقی بالعباس قال یا ایها الناس أن رسول الله کان یری للعباس ما یری الوالد للوالد فاقتدوا به فی عمه و اتخذوه وسیلة إلی الله تعالی. ففیه التصریح بالتوسل و بهذا یبطل قول من منع التوسل مطلقاً بالاحیاء و الأموات و قول من منع ذلک بغیر النبی.  

[14]Fath al-Bâri, 413/2, Dar al-Ma’rifah Libanon.

و قد توجه القوم بی الیک لمکانی من نبیک.

[15]Wafâ al-Wafâ, 1374/4.

روی البیهقی، انه جاء رجل إلی قبر النبی فقال: یا محمد، استق لأمتک؛ فسقوا؛ وفاء.

[16]. Samhudi, Wafâ al-Wafâ, jil. 2, hal.1376.

منصور قال: یا اباعبدالله استقبل القبلة و أدعوا ام استقبل رسول الله (ص)؟ مالک در پاسخ وی گفت: لم تصرف وجهک عنه و هو و سیلتک و وسیلة أبیک آدم (ع) إلی الله یوم القیامة بل إسبقبله و استشفع به فیشفعک الله قال الله تعالی: «ولو أنهم إذ ظلموا أنفسهم».  

[17]Diwân Imâm Syâfi’î, dikompilasi oleh Muhammad Abdurahim, hal. 162; Shawâiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar al-Haitsami al-Makki, hal. 178.

آل النبی ذریعنی          و همو إلیه وسیلتی       

ارجوا بهم أعطی غداً     بیدی الیمین صحیفتی

[18]Diwân Imâm Syâfi’i.

لئن کان ذنبی حب آل محمد                                فذلک ذنب لست عنه أتوب

هم شفعائی یوم حشری و موقفی       إذا ما بدت للناظرین خطوب.

[19]Al-Durar al-Siniyyah, Zaini Dahlan, hal. 29.

و أشهد أن لا رب غیره                     و أنک مأمون علی کل غائب

و أنک أدنی المرسلین وسیلة               ألی الله یابن الاکرمین الاطائب.

[20]Târikh Baghdad, Khatib Baghdadi, jil. 1, hal. 120.

ما همنی أمر فقصدت قبر موسی بن جعفر (ع) فتوسلت به الا سهل الله تعالی لی ما احب.

[21]Shahifah Sajjâdiyah, Doa 49.

اللهم فإنی أتقرب الیک بالمحمدیة الرفعیة و العلویة البیضاء، و أتوجه الیک بهما أن تعیذنی من شر کذا و کذا...

[22]. Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balâghah, jil. 16, hal. 211.

واحمد الله الذی بعظمته و نوره یبتغی من فی السموات و الارض الیه الوسیلة و نحن وسیلة فی خلقه.

[23]Syarh Nahj al-Balâghah, 267/2; Ibnu al-Maghazali, al-Manâqib, hal. 100, Hadis 79, Dar al-Adhwa, Beirut, 1412 H; Haitsami, Majma’ al-Zawâid, jil. 6, hal. 359, Dar al-Fikr, 1414 H.  

هم شر الخلق و الخلیقة، یقتلهم خیر الخلق و الخلیقة، و أقربهم عندالله وسیلة.

[24]. Shaduq, ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ As, jil. 1, hal. 63.  

و باسناد قال قال رسول الله: الائمة من ولد الحسین (ه) من أطاعهم فقد أطاع الله و من عصاهم عصی الله عزوجل هم العروة الوثقی و هم الوسیلة الی الله عزوجل. عیون أخبار الرضا (ع) صدوق ج 1 ص 63.

1. Firman Allah subhanahu wata’ala dalam Surat Al-Maidah ayat 35: 

يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah carilah perantara mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kalian bahagia.” (QS. Al-maidah: 35) Kata الْوَسِيْلَة (perantara) dalam ayat di atas jika ditinjau dengan disiplin ilmu ushul fiqih termasuk kata ‘amm (umum), sehingga mencakup berbagai macam perantara. Kata al-wasîlah ini berarti setiap hal yang Allah jadikan sebab kedekatan kepada-Nya dan sebagai media dalam pemenuhan kebutuhan dari-Nya. Prinsip sesuatu dapat dijadikan wasilah adalah sesuatu yang diberikan kedudukan dan kemuliaan oleh Allah. Karenanya, wasilah  yang dimaksud dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah, baik berupa para nabi dan shalihin, sepanjang masa hidup dan setelah wafatnya, atau wasilah lain, seperti amal shalih, derajat agung para Nabi dan wali, dan lain sebagainya (Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki, Mafâhim Yajib ‘an Tushahhah, 118). Jika salah satu wasilah tersebut tidak diperbolehkan, mestinya harus ada dalil pengkhususannya (takhsis). Jika tidak ada maka ayat ini tetap dalam keumumannya, sehingga kata al-wasîlah dalam ayat ini mencakup berbagai model wasilah atau tawasul yang ada.

 2. Hadits tawasul sahabat buta kepada Nabi Muhammad ﷺ saat masih Hidup

 عن عثمان بن حنيف قال سمعت رسول الله ﷺ وجاءه رجل ضرير فشكا إليه ذهاب صره، فقال : يا رسول الله ! ليس لى قائد وقد شق علي فقال رسول الله ﷺ : :ائت الميضاة فتوضأ ثم صل ركعتين ثم قل : اللهم إنى أسألك وأتوجه إليك بنبيك محمد نبي الرحمة يا محمد إنى أتوجه بك إلى ربك فيجلى لى عن بصرى، اللهم شفعه فيّ وشفعني في نفسى، قال عثمان :فوالله ما تفرقنا ولا طال بنا الحديث حتى دخل الرجل وكأنه لم يكن به ضر 

“Dari ‘Usman bin Hunaif R.A., beliau berkata; “Aku mendengar Rasulullah ﷺ saat ada seorang lelaki buta datang mengadukan matanya yang tidak berfungsi kepadanya, lalu ia berkata: ‘Wahai Rasulullah ﷺ, aku tidak punya pemandu dan sangat payah. Beliau bersabda: ‘Pergilah ke tempat wudhu, berwudhu, shalatlah dua raka’at, kemudian berdoalah (dengan redaksi): ‘Wahai Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu, dengan (menyebut) Nabi-Mu Muhammad ﷺ, nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku menghadap kepada Tuhan-Mu dengan menyebutmu, karenanya mataku bisa berfungsi kembali. Ya Allah terimalah syafaatnya bagiku, dan tolonglah diriku dalam kesembuhanku.’ ‘Utsman berkata: ‘Demi Allah kami belum sempat berpisah dan perbincangan kami belum begitu lama sampai lelaki itu datang (ke tempat kami) dan sungguh seolah-olah ia tidak pernah buta sama sekali’.” (HR. Al-Hakim, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi. Shahih) Hadits ini menunjukkan, bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan tawasul dengan menyebut zat beliau semasa hidupnya. Hal ini terbukti dalam doa tersebut disebutkan redaksi:   اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا محمد إِنِّي أَتَوَجَّهُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ “Wahai Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu, dengan (menyebut) Nabi-Mu Muhammad ﷺ, nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku menghadap kepada Tuhan-Mu dengan menyebutmu.” 3. Hadits tawasul dengan orang shalih yang Hidup Tawasul dengan orang shalih yang hidup, disebutkan dalam kitab Shahih Bukhari (Imam Bukhori, Shahih Bukhari, 1987, Beirut, Dar Ibn Katsir, halaman 99)  sebagai berikut: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ “Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab radliyallahu ‘anh ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdoa ‘Ya Allah! Dulu kami bertawasul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawasul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”. Perawi Hadits mengatakan “Mereka pun diberi hujan.” (HR Bukhari) Dari Hadits di atas, jelas sekali bahwa Sayyidina Umar radliyallahu ‘anh memohon kepada Allah dengan wasilah Abbas, paman Rasulullah ﷺ padahal Sayyidina Umar lebih utama dari Abbas dan dapat memohon kepada Allah tanpa wasilah. Dengan demikian tawasul dengan orang shalih yang masih hidup diperbolehkan. Berpijak pada beberapa keterangan di atas terkait bagaimana Islam memandang  tawasul dengan orang shalih yang masih hidup, ada beberapa dasar yang bisa dipakai pegangan, yang pertama Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan tawasul dengan menyebut zat beliau semasa hidupnya, dan yang kedua, Sayyidina Umar bin Khattab memohon kepada Allah dengan wasilah Abbas, paman Rasulullah ﷺ. Hal ini  cukup memberikan bukti yang bahwa tawasul dengan orang shalih yang masih hidup diperbolehkan dan dibenarkan dalam syari’at.

Tawasul adalah sebuah praktik doa di mana seseorang menyertai nama orang-orang saleh dalam doanya dengan harapan doa itu menjadi istimewa dan diterima oleh Allah SWT. Berikut ini dua lafal tawasul yang biasa digunakan masyarakat: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Allâhumma innî atawassalu ilaika binabiyyika muhammadin shallallâhu alaihi wa sallam. Artinya, “Ya Allah, aku bertawasul kepada-Mu melalui kemuliaan nabi-Mu, Nabi Muhammad SAW.” يَا رَبِّ بِالمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الكَرَمِ Yâ rabbi bil mushthafâ, balligh maqâshidanâ, waghfir lanâ mâ madhâ, yâ wâsi‘al karami. Artinya, “Tuhanku, berkat kemuliaan kekasih pilihan-Mu Rasulullah, sampaikanlah hajat kami. Ampunilah dosa kami yang telah lalu, wahai Tuhan Maha Pemurah.” Praktik tawasul seperti ini sering disalahpahami oleh sejumlah orang. Tidak heran kalau sebagian orang mengharamkan praktik tawasul seperti ini karena menurutnya praktik tawasul mengandung kemusyrikan. Untuk menghindari kepasalahpahaman itu dan menghindari terjadinya kemusyrikan, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan dengan rinci hal-hal terkait tawasul yang perlu diketahui. Pandangan ini yang menjadi pijakan dan keyakinan paham Ahlussunah wal Jamaah sebagai berikut: أولا: أن التوسل هو أحد طرق الدعاء وباب من أبواب التوجه إلى الله سبحانه وتعالى، فالمقصود الأصلي الحقيقي هو الله سبحانه وتعالى، والمتوسَّل به إنما هي واسطة ووسيلة للتقرب إلى الله سبحانه وتعالى، ومن اعتقد غير ذلك فقد أشرك Artinya, “Pertama, tawasul adalah salah satu cara doa dan salah satu pintu tawajuh kepada Allah SWT. Tujuan hakikinya itu adalah Allah. Sedangkan sesuatu yang dijadikan tawasul hanya bermakna jembatan dan wasilah untuk taqarrub kepada-Nya. Siapa saja yang meyakini di luar pengertian ini tentu jatuh dalam kemusyrikan,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Hasani Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahhah, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa catatan tahun, halaman 123-124). Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan secara jelas pada poin pertama bahwa tawasul adalah salah satu bentuk doa. Artinya, tawasul masih berada dalam lingkaran ibadah kepada Allah yang disebut doa. Sementara pada poin berikut ini dijelaskan bahwa wasilah atau al-mutawassal bih mesti sesuatu atau seseorang adalah kekasih-Nya atau sesuatu yang diridhai-Nya. ثانيا: أن المتوسِّل ما توسل بهذه الواسطة إلا لمحبته لها واعتقاده أن الله سبحانه وتعالى يحبه، ولو ظهر خلاف ذلك لكان أبعد الناس عنها وأشد الناس كراهة لها Artinya, “Kedua, orang yang bertawasul takkan menyertakan wasilahnya dalam doa kecuali karena rasa cintanya kepada wasilah tersebut dan karena keyakinannya bahwa Allah juga mencintainya. Kalau yang muncul berlainan dengan pengertian ini, niscaya ia adalah orang yang paling jauh dan paling benci dengan wasilahnya.” Pada poin ketiga, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa wasilah atau al-mutawassal bih tidak memiliki daya apapun. Kuasa dan daya hanyalah milik Allah Yang Maha Esa. Orang yang meyakini bahwa wasilah atau al-mutawassal bih dapat memberi pengaruh pada realitas telah jatuh dalam kemusykiran yang dilarang Allah SWT. ثالثا: أن المتوسِّل لو اعتقد أن من توسل به إلى الله ينفع ويضر بنفسه مثل الله أو دونه فقد أشرك Artinya, “Ketiga, ketika meyakini bahwa orang yang dijadikan wasilah kepada Allah dapat mendatangkan mashalat dan mafsadat dengan sendirinya setara atau lebih rendah sedikit dari Allah, maka orang yang bertawasul jatuh dalam kemusyrikan.” Adapun pada poin keempat ini, Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengingatkan bahwa tawasul sebagaimana poin pertama adalah doa semata. Artinya, ijabah sebuah doa tidak tergantung sama sekali pada tawasul atau tidaknya. Ijabah doa merupakan hak mutlak Allah SWT. رابعا: أن التوسل ليس أمرا لازما أو ضروريا وليست الإجابة متوقفة عليه، بل الأصل دعاء الله تعالى مطلقا كما قال تعالى وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ و كما قال تعالى قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى Artinya, “Keempat, praktik tawasul bukan sesuatu yang mengikat dan bersifat memaksa. Ijabah doa tidak bergantung pada tawasul, tetapi pada prinsipnya mutlak sekadar permohonan kepada Allah sebagai firman-Nya, ‘Jika hamba-Ku bertanya tentang-Ku kepadamu (hai Muhammad), sungguh Aku sangat dekat,’ atau ayat lainnya, ‘Katakanlah hai Muhammad, ‘Serulah Allah atau serulah Yang Maha Penyayang. Panggilan mana saja yang kalian gunakan itu, sungguh Allah memiliki nama-nama yang bagus.’’” Dengan demikian, pengaitan praktik tawasul dan kemusyrikan adalah sesuatu yang tidak berdasar dan tampak memaksakan. Pasalnya, dengan empat poin itu praktik tawasul tidak mengandung syirik sama sekali dan merupakan bentuk adab.

[2] HR. Muslim no. 1162.

[3] Syekh Abu Zakariya Al-Anshori berikut ini dalam karyanya Fathul Wahhab setidaknya membantu menjawab :

وقال تعرض الأعمال يوم الاثنين والخميس فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم رواهما الترمذي وغيره 

Rasulullah SAW bersabda, “Amal itu diperlihatkan di hadapan Allah pada hari Senin dan hari Kamis. Aku gembira sekali amalku diperlihatkan di saat aku sedang berpuasa.HR. Tirmidzi dan selain beliau. no. 747. imam At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. dan sebagian ulama salaf mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya)Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1041.

Hadits yang di riwayatkan oleh Imam ad-Daruqutni dalam Sunan-nya.

عن عائشة أم المؤمنين قالت : كان النبي صلى الله عليه و سلم يأتينا فيقول هل عندكم من غداء فإن قلنا نعم تغدى وإن قلنا لا قال إني صائم

“Dari Aisyah, Ummul Mukminin RA, berkata: Suatu ketika Rasulullah SAW mendatangi kami kemudian beliau bertanya, “Apakah kalian memiliki makanan?” Jika kami berkata “iya” maka Rasulullah akan makan, dan jika kami berkata tidak, maka Rasulullah akan berpuasa.

Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

Dari Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda “Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan perpecahan. Lalu dikatakan “Tangguhkanlah dua orang ini hinga mereka berdamai! Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkanlah dua orang ini hingga mereka berdamai!”

Puasa senin dan kamis bukan wajib , sesuai maqolah ulama salaf, sebagai berikut :

ﻻ ﺣﺮﺝ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻴﻮﻣﻴﻦ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﻳﻦ

Tidak mengapa seorang berpuasa pada salah satu dari dua hari yang disebutkan”

ﻭﺻﻴﺎﻣﻬﻤﺎ ﺳﻨﺔ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻮﺍﺟﺐ

“Berpuasa hari senin dan kamis adalah sunnah tidak wajib “

ﻓﻤﻦ ﺻﺎﻣﻬﻤﺎ ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﻬﻮ ﻋﻠﻰ ﺧﻴﺮ ﻋﻈﻴﻢ

“Siapa yang bisa berpuasa pada dua hari tersebut, atau salah satu diantara keduanya, maka ia berada diatas kebaikan yang sangat besar”

ﻭﻻ ﻳﺠﺐ ﺍﻟﺠﻤﻊ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ، ﺑﻞ ﺫﻟﻚ ﻣﺴﺘﺤﺐ؛

“Dan tidak wajib untuk menggabungkan dua hari tersebut semuanya, dan hukum menggabungkan puasa hari senin dan kamis adalah sunnah”

ﻟﻸﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﺍﻟﻮﺍﺭﺩﺓ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﷺ

“Berdasarkan hadits-hadits shahih yang diriwayatkan dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,”

[4] HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739. sebagian ulama salaf mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 4897.

[5] HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya.

[6] HR. Muslim no. 782

[7] HR. Muslim no. 783

BANK BSI Syariah kode bank 451 Rekening 6201033640 --- Kami ucapkan Terima Kasih ---
Aku Muhammad Sofyan AL Mahdi (Sofan AL Mahdi) Maaf dompet aku hilang warna merah kembang ada ktp,atm dll. ...Tolong kembalikan...
M. Shofyan AL MAHDI: Kirim pulsa 25 ribu setiap bulanya ke nmr 08988104417
M Shofyan AL MAHDI: Kirim pulsa 25 ribu setiap bulanya ke nmr 085773099996
kalau ada orang menyebarkan tentang yang tidak baik berarti berita tersebut bohong. Mereka ingin menghancurkan namaku ,agar lahan dakwahku islamiyah tidak ada.